Selamat datang pemuda Indonesia. Selamat datang di
kampus, tempat berserak pemikiran dan idealisme. Tetapkan hatimu sejak sekarang
dan mari bergerak bersama KAMMI!!!
A
|
lhamdulillah,
luar biasa! Itulah kata pertama yang ingin penulis ucapkan kepada para pemuda yang
membaca tulisan ini. Sosok pemuda adalah manusia yang terus bergerak bagaikan
busur panah tajam. Mereka (pemuda-ed) adalah manusia penuh idealisme, simpatik,
visioner dan memiliki kepercayaan diri kuat untuk tidak kenal letih memperbaiki
kualitas diri dan bangsanya. Di mata pemuda seperti ini, hidup adalah sebuah
sketsa perjuangan, tempat merangkai kepingan cerita sehingga menjadi asset bagi
kemajuan bangsa dan umatnya. Seperti ditegaskan salah seorang pembaharu Islam,
Imam Syahid Hasan Al Banna :
“Sejak
dulu sampai sekarang pemuda adalah pilar kebangkitan. Dalam setiap kebangkitan,
pemuda adalah rahasia kekuataannya. Dalam setiap fikroh, pemuda adalah pengibar
panji-panjinya. “
Untuk dapat mencapai kesuksesan, sejatinya
seorang pemuda dituntut mampu mengenali
dirinya agar tidak salah mengambil keputusan strategis demi masa depannya kelak.
Dengan berdialog imajiner kepada dirinya, manusia muda dapat melukiskan konsepsi
hidupnya. Keberhasilan merumuskan jati diri merupakan modal strategis dalam
pergaulan sosial. Dalam pengaruh jangka panjang, kemampuan melakoni drama kegiatan
sosial kemasyarakatan adalah kunci mewujudkan mimpi Muslim Negarawan (sesuai
tagline KAMMI). Muslim negarawan adalah sosok yang mau berkontribusi kepada
entitas kebangsaan dan mampu memajukan masa depan Islam sebagai proses
keumatan.
Wahai pemuda
Indonesia!!! Perlu saya ingatkan kepada kalian. Sekarang kalian sudah beranjak
semakin dewasa, bukan generasi manja yang bertumpu kepada bantuan orang tua.
Kalian sudah berkembang sebagai manusia yang dibebankan tugas sejarah
memperbaiki kondisi Islam dan Indonesia. Apalagi, sekarang kalian sudah
dipertontonkan bagaimana badai berkepanjangan menerjang Indonesia sehingga
menggurita kekerasan sosial, krisis ekonomi, rendahnya kerukunan beragama dan
serbuan bencana tidak ada habisnya.
Sungguh, bangsa yang sekarat ini sedang membutuhkan uluran tangan dan gagasan
cerdas sehingga keresahan rakyat dapat terselesaikan.
Semua itu dapat
terjawab ketika rasa kepemudaan (baca: kemahasiswaan) dapat dinternalisasikan
dalam kehidupan pemuda Indonesia. Proses itu akan dijalankan selama empat tahun
masa aktif kuliah di universitas yang kalian banggakan. Sehingga, wajar jika
penulis mengatakan masa di kampus adalah sebuah proses belajar mengenai
kepemimpinan, integritas, karakter positif, kebanggaan kepada bangsa
(nasionalisme) dan peningkatan aspek spiritualitas (membangkitkan nilai
keagamaan) sebagai bekal perjalanan panjang berkontribusi untuk kemajuan Islam
dan Indonesia. Sebab Indonesia mendatang membutuhkan perbaikan dimana salah
satu penopang strategisnya adalah kekuatan pemuda yang diyakini mampu
menggerakan hati, pikiran dan langkah gerak masyarakat Indonesia.
Untuk itu,
sebagai pemuda pilihan yang bergelar “mahasiswa” sudah selayaknya proses
kontributif, produktif dan solutif dapat dijalankan sejak dini. Kontributif
dimaknai bagaimana memberikan kemampuan terbaik, mengerahkan segala potensi
yang dimiliki untuk cita-cita kebangsaan dan keumatan sehingga menghasilkan perbaikan
yang maksimal. Produktif dimanifestasikan terus bekerja, berdialektika,
menciptakan karya sebagai tanggung jawab intelektualitas masyarakat ilmiah.
Solutif yakni berani mengkritisi pemikiran/kebijakan yang menyimpang, mampu
menganalisis secara ilmiah sehingga dihasilkan suatu karya/pemikiran baru yang
mampu menyelesaikan persoalan di masyarakat luas. Dalam mencapai usaha
tersebut, seorang pemuda selayaknya memiliki tiga “busur panah” yang harus
dilatih sejak anda mulai membaca tulisan ini.
Busur panah pertama adalah banyak
membaca. Seberapa berkualitas manusia itu diukur dari apa yang dibaca. Semakin
berkualitas bacaan seorang anak muda, dirinya dapat dikatakan layak memiliki kapasitas
yang mampu menguatkan kompetensi diri dan bangsanya. Soekarno, Hatta dan Natsir
merupakan deretan tokoh bangsa yang menguasai dunia dengan membaca. Sejak kecil
mereka membiasakan dirinya bergaul dengan buku, mengolah pikiran dengan
menganalisisnya dan merumuskan menjadi gagasan dan tindakan untuk mengubah bangsanya.
Budaya membaca itu memang selayaknya
menjadi perhatian serius. berdasarkan
survei UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia terendah di ASEAN. Dari 39
negara di dunia, Indonesia menempati posisi ke-38. Tidak kalah memprihatinkan,
data UNDP menunjukkan posisi minat baca Indonesia berada di peringkat 96,
sejajar dengan Bahrain, Malta, dan Suriname. Sementara untuk kawasan Asia
Tenggara, hanya ada dua negara dengan peringkat di bawah Indonesia, yakni
Kamboja dan Laos yang masing-masing berada di urutan angka seratus.
Membaca juga merupakan asset strategis, sebab mengutip Buya
Hamka, “Dengan seni hidup menjadi indah,
dengan ilmu hidup menjadi mudah dan dengan agama hidup terarah” Ilmu
membantu manusia menjadi mudah menjalankan aktivitas. Kepadatan ilmu diartikan
dengan memperbanyak bahan bacaan. Maka bergabung bersama KAMMI merupakan ajang
investasi ilmu. Sebab di KAMMI ada proses nalar intelektual dengan membaca
yaitu adanya Manhaj Tugas Baca (Mantuba). Mantuba merupakan proses pengkaderan
dimana kader baru KAMMI akan mendapatkan kesempatan wisata buku rerefensi
pilihan baik kompetensi keilmuan, nilai keagamaan dan kepemudaan.
Busur panah kedua adalah aktif
menulis sebagai proses olah pikir terhadap fenomena yang berkembang di
sekitarnya. Sebuah pemikiran dan
tindakan dapat menjadi ledakan besar ketika dituliskan. Seorang pemimpin
Prancis, Napoleon Bonaparte pernah mengatakan “Saya lebih takut kepada tulisan dibandingkan menghadapi ribuan pasukan
perang. Sebab tulisan menghasilkan pengaruh yang luas dan bisa membuat
kekuasaan saya hanya bertahan selama tiga hari” Ini jelas sebuah ungkapan
kejujuran bagaimana tulisan dapat menjadi senjata tajam dalam mempengaruhi
opini publik.
Dalam konteks itu teman-teman harus
membiasakan menulis. Sebab banyak pekerjaan sebagai mahasiswa akan
bersinggungan dengan menulis seperti membuat esai, makalah, karya ilmiah dan
paper. KAMMI sebagai organisasi mahasiswa yang peduli kepada literasi siap
memfasilitasi kerja teman-teman untuk membiasakan menulis. Pekerjaan menulis
dapat dimulai dengan tradisi pembuatan esai sebagai prasayarat penting setiap
jenjang pengkaderan KAMMI. Sebab menulis itu bagi KAMMI adalah bagaikan mata
pena yang tajam, yang siap menuliskan jejak – jejak kebenaran.
Saat ini, Alhamdulillah sudah tidak
dapat terhitung artikel kader KAMMI menghiasi media massa lokal dan nasional.
Selain itu, karya ilmiah berbentuk skripsi, tesis dan disertasi juga banyak
menghiasi dunia ilmiah, disebabkan ketertarikan peneliti terhadap organisasi
yang menurut Taufik Ismail “KAMMI adalah anugerah terbaik Allah SWT untuk
Indonesia” KAMMI juga sukses menelurkan karya dalam bentuk buku seperti KAMMI
dan Pergulatan Reformasi (Mahfudz Siddiq), Gerakan Perlawanan dari Masjid
Kampus (Andi Rahmat), Humas Gerakan (Edo Segara), Menyiapkan Momentum (Rijalul
Imam) dan lainnya.
Busur panah ketiga yakni berdiskusi.
Tradisi berfikir pemuda adalah kritisme, idealisme, visioner dan berpijak
kepada kebenaran. Dalam memandang sebuah persoalan (baik konteks kampus, isu
lokal/kedaerahan, persoalan keumatan dan persoalan nasional/kebangsaan),
mahasiswa sebagai elemen muda terbiasakan mengkritik sebuah kebijakan melalui
mekanisme ilmiah. Untuk itu, diskusi dibutuhkan untuk menjaring pendapat,
saling beradu argumentasi, mengolah teori menjadi tindakan dan belajar
menghargai perbedaan pendapat. Diskusi juga menjadi ajang saling merumuskan
langkah aksi sehingga mampu bergerak secara produktif dan sesuai nalar logis.
Potensi diskusi
menjadi perhatian penting organisasi KAMMI sejak pertama kali berdiri pada 29
Maret 1998. KAMMI sebelum melakukan keputusan memprotes sebuah kebijakan baik
kampus, daerah dan nasional mengajak anggotanya berdiskusi, sehingga akar
persoalan dan tindakan yang diambil mampu menghasilkan arus perubahan yang
positif. Selain itu, ketika akan merumuskan sebuah sistem pengkaderan,
kehumasan dan kerja strategis lainnya, anggota KAMMI terbiasakan melalui kajian
komprehensif, mengacu kepada fakta kontemporer dan berbasiskan data ilmiah
sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
Akhirnya, Ketua Umum Pengurus Pusat KAMMI 2006-2008,
Taufik Amrullah dalam bukunya KAMMI Menuju Muslim Negarawan: Meretas
Kebangkitan Indonesia (2008) mengatakan kita dapat membaca dalam banyak
literatur, bagaimana peran sentral pemuda dari berbagai negeri dalam perjuangan
membangun bangsa, baik perjuangan fisik maupun secara diplomasi, organisasi,
sosial politik dan intelektual. Masa muda adalah masa penuh gejolak yang
menjadi ladang tumbuh suburnya heroisme pemuda. Pemuda yang hidup dalam suasana
pergolakan akan cenderung memiliki kreativitas yang tinggi untuk melakukan
perubahan atas berbagai kerumitan yang dihadapi. Tetapi pemuda yang hidup dalam
nuansa nyaman dan tenang cenderung mempertahankan situasi yang ada tanpa usaha
keras melakukan perubahan yang lebih baik dan produktif.
Semangat
Bergerak!
Inggar Saputra
Kepala Departemen Humas Pengurus Pusat KAMMI
2011-2013
Note:
Dipersembahkan untuk mahasiswa baru Universitas Sriwijaya 2012
Komentar
Posting Komentar